Jumat, 29 Maret 2013

Hercule Poirot Memeriksa II


Hercule Poirot Memeriksa II
Pengarang : Agatha Christie
Penyadur : G.H. Lie
Penerbit : Saka Widya Djakarta
Tebal : 87 halaman
Harga : Rp 45.000,-
SUDAH TERJUAL

Selasa, 26 Maret 2013

Buku Antik Tjiptaan Tiap-Tiap Pagi




Krisnamurti



Buku antik yang berjudul Tjiptaan Tiap-Tiap Pagi ini dimulai dengan sebuah tulisan pada halaman depan yang berjudul : Tjerita Dari Jang Mengarang dan dihiasi dengan sebuah foto dari Paduka J.M.J. Krisnamurti. Adapun isinya adalah renungan-renungan harian selama setahun ( 52 minggu), dan setiap minggunya ada 7 butir renungan.

Mari kita baca halaman yang berjudul Tjerita Dari Jang Mengarang :
Meskipoen soedah beberapa sadja orang jang amat menghendaki akan mempeladjari dirinja sendiri soepaja menoeroet sebagai kemaoean jang telah ditentoeken, seperti jang sering-sering diterangken dalam kitab-kitab Theosofie, demikian djoega pada waktoe memoelai laloe mendapat rintangan (halangan).

Maka kita mengharap moedah-moedahan kitab ketjil ini dapat membinasakan rintangan itoe; banjaklah orang memberi nasehat soepaja tiap-tiap pagi menjoeatoekan tjipta, ataoe mengingati tjipta sesoeatoe hal, boeat alasan toedjoean pekerjaannja jang didjalankan pada hari ini, maka disitoe selaloe bingoeng manakah jang haroes ditjipta, kemoedian djadi seperti memboeang-boean lakoe.

Kitab ini memoeat beberapa hal jang baik tjipta saban hari dan akan menundjoekkan keoentoengan orang jang radjin beladjar, karena laloe mengetahoei isi kitab ini, jaitoe memoeat beberapa peladjaran jang dalam tiap-tiap minggoe tiada hanja sedjalan sadja, sebab dari hal itoe segala laloe mengadakan tali (benang) jang tentoe djadi menghoeboengkan kepada kemadjoean jang bertoeroet-toeroet, dan pekerdjaan dalem setahoen itoe diboeat tjontoh jang setimbang, dan lagi semoea itoe berisi peladjaran jang bergoena bagi kehidoepan si moerid.

Buku antik yang berjudul Tjiptaan Tiap-Tiap Pagi ini hasil terjemahan oleh M. Prawiromidjojo. Penerbitnya adalah Boekhandel Tan Khoen Swie, Kediri - 1936.
Ukuran buku : 10,8 x 16,5 cm.
Tebal : 44 halaman.
Harga Rp 45.000,-
TERJUAL

Sabtu, 16 Maret 2013

Perdana Menteri Perempuan Dalam Penjamaran




Judul buku : Perdana Menteri Perempuan Dalam Penjamaran
 Judul asli : Beng Lee Koen
Dituturkan oleh : O.K.T / Ieto
Penerbit : P.D. Tjerdas Djakarta Kota
Kondisi : Tidak Lengkap. Hanya ada jilid 1,2,3,4,6,7,9
Harga 7 buku : Rp 140.000,-

Jumat, 15 Maret 2013

Pembunuhan Aneh Di Rue Morgue


Pembunuhan Aneh Di Rue Morgue, Surat Jang Tertjuri, dan Rumah Gila
Pengarang : Edgar Allan Poe
Saduran bebas oleh : ANS
Gambar kulit oleh : The Han Sien
Penerbit : Saka Widya Pintu Besar Selatan 86 - 88 Djakarta Kota
Tebal : 62 halaman
Harga : Rp 45.000,-


Hercule Poirot Memeriksa Surat Wasiat dll


Hercule Poirot Memeriksa Surat Wasiat, Menghilangnya Tuan Davenheim, Kutukan Radja Men-Her-Ra, Kematian Bangsawan Italia, Perdana Menteri Jang Tertjulik, Tragedi Di Marsdon Manor
Pengarang : Agatha Christie
Penerbit : Saka Widya
Tebal : 83 halaman
Harga : Rp 45.000,-
SUDAH TERJUAL

Pilihan Tjerita-Tjerita Detektif

Pilihan Tjerita-Tjerita Detektif
Pengarang : Sir A.C. Doyle, C.B. Gilford, Erle Stanley Gardner
Diterjemahkan oleh : Tomiko dan Suwondo
Penerbit : Saka Widya - Djakarta
Tebal : 150 halaman
Harga : Rp 50.000,-

Intaian Maut


Judul buku : Intaian Maut
Karya : Elery Queen
Penyadur : Thio Joe Kiat
Penerbit : Saka Widya Djakarta
Tebal : 152 halaman
Harga : Rp 50.000,-

Siapakah Ellery Queen ? Dalam memperbincangkan Ellery Queen seseorang akan membuat kesalahan dalam hal tata bahasa, walaupun tepat dalam bacaannya.

Ellery Queen adalah dua orang, karena Ellery Queen bukanlah seorang pengarang tetapi nama samaran. Dibalik nama samaran tersebut sudah lama Frederic Dannay dan Manfred B. Lee menyembunyikan keaktipan mereka.

Bertahun-tahun orang yang menjelma sebagai Queen muncul pada lektur-lektur, tanda tangan pada toko-toko buku, dan turut serta pada perjamuan teh lektur, dengan menggunakan kedok hitam yang menutupi bagian atas mukanya.

Akan tetapi lama-kelamaan tabir rahasia sang Queen tersingkap, bahwa yang menggunakan nama samaran Ellery Queen adalah Frederic Dannay dan Manfred B. Lee.

Kedua orang itu juga pernah menyamar sebagai : Barnaby Ross, mereka dikenal sebagai Drury Lane. Howard Haycraft berkata : Cerita-cerita Queen menunjukan gambaran yang cekatan, campuran dari aspek intelek dan drama, teliti, ceritanya hidup, humoris dan tokoh-tokohnya menyenangkan. Cerita-cerita Queen adalah roman khayalan yang terbaik pada jamannya.

Rabu, 13 Maret 2013

Si Didi Anak Petani


Judul buku : Si Didi Anak Petani
Pengarang : Kuslan Budiman
Penerbit : Jajasan Kebudajaan Sadar 1964
Tebal : 40 halaman
Harga : Rp 100.000,-

TENTANG PENGARANG KUSLAN BUDIMAN

Orang memanggilnya Kuslan. Atau kakek Kuslan sang penyair dan pelukis. Dalam kamus orang umum ia benar-benar apes, sekaligus orang tabah. Saya sendiri tidak tahu apakah ada orang seapes dirinya. Bayangkan saja, hanya beberapa saat sebelum meletusnya G30S PKI tahun 1965, ia mendapat tugas untuk mempelajari sistem layar dan panggung di Opera Beijing (Peking). Alih-alih ilmunya diterapkan di tanah air, ia malah kemudian terbang melayang bagaikan kapas yang tertiup angin dan sampai sekarang nyangkut di negeri orang.

Sebelum sampai daratan China, sang kakek ini memang seorang yang mencintai seni, atau bahkan mungkin seorang seniman. Setelah lulus dari ASRI Jogjakarta, ia bergelut dengan seni ketoprak dan mengelola sanggar Bumi Tarung. Sebagai salah satu pengurus LEKRA, pada tahun 1964 ia berprestasi menghelat sebuah kegiatan konferensi ketoprak nasional di Taman Sri Wedari Solo. Tidak main-main, acara itu dilakukan selama tujuh hari tujuh malam. Sesuatu yang sangat luar biasa.

Salah satu topik yang menjadi pembahasan adalah penggunaan layar pada sebuah pagelaran. Saat itu di tanah air hanya dikenal layar yang ditarik tangan, sementara di Jepang sudah mulai pakai slide. Yang lebih maju lagi, kabarnya ada di China, yang sedang dikerjakan di Opera Beijing. Disana, semua perangkatnya bisa dilipat sedemikian rupa sehingga mempermudah untuk pagelaran di berbagai daerah. Inilah yang ingin ditiru untuk pengembangan budaya di berbagai pelosok tanah air.

Tiba di Beijing bukan berarti langsung bisa belajar seni, namun harus menekuni Bahasa China dengan hurufnya yang sangat rumit itu. Beberapa saat ia ngebut belajar bahasa dan kemudian melanjutkan seni dekorasi dan lighting di Akademi Seni dan Drama. Di tengah-tengah pemuda Kuslan studi, tiba-tiba saja terjadi dua “revolusi” yang hampir bersamaan: G30SPKI di tanah air dan juga Revolusi Kebudayaan di China. Kenyataan di tanah air menyebabkan ia kehilangan identitas senagai anak bangsa sedangkan revolusi di China membuat semua universitas disana ditutup.

Ia tidak bisa pulang karena sebagai pengurus LEKRA yang memang berafiliasi ke PKI, dan tidak bisa melanjutkan studi karena keadaan di China sedang sangat berat. Siapa pernah menyangka ia berada dalam keadaan semacam ini. Selama beberapa waktu ia hanya bisa mondar mandir seperti setelika. Maju dan mundur tanpa arah yang jelas. Makan susah apalagi hidup yang berkualitas. Tapi sekali lagi, semua dianggap sebagai aliran air saja, tanpa harus melawan.

Atas bantuan seorang teman, ia akhirnya ingin “melanjutkan perjalanan” hidupnya di tempat lain, yakni kota Frankfurt di Jerman. Aliran air dirasakan menuju kesana. Karenanya ia menghanyutkan dirinya ke arah tersebut. Pada bulan Juni 1971 ia meninggalkan Beijing menuju Frankfurt. Bukan naik pesawat, tetapi naik kereta via kota Moskow.

Sayang, lagi-lagi Kuslan bagaikan sampah yang tersangkut akar pohon di tengah derasnya air. Karena perjalanan musim panas yang melelahkan, ia jatuh sakit di kota Moskow. Apa boleh buat, disini ia ditampung oleh sebuah keluarga Indonesia yang bernama (almarhum) Prof. Intoyo. Rupanya keluarga ini memang banyak membantu masyarakat Indonesia yang sedang mengalami masalah sampai kemudian mendapatkan jalan hidupnya dengan baik. Tertambat di Rusia, Kuslan kemudian belajar bahasa setempat.

Tapi lama kelamaan dia tidak tahan juga hidup tanpa uang di kantong. Hidupnya menjadi benalu orang lain. Karenanya ia mencoba peruntungan bekerja di Akademi Grafis. Ujian masuknya cukup unik. Kuslan diminta untuk menyerahkan karya lukisannya dan begitu dilihat sang professor ternyata dianggap sudah terlalu mahir. Apesnya, ia diminta menjadi pelukis mandiri saja namun dengan syarat harus memiliki warga negara. Sesuatu yang ia tidak miliki karena ia seorang yang stateless.

Pupuslah harapannya. Dengan segala kesulitannya, ia akhirnya diterima sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Industri dan Terapan di Sokol dengan uang saku yang lumayan. Disini bisa dipelajari aneka macam desain, mulai barang rumah tangga hingga keperluan untuk penerbangan angkasa luar. Kuslan sendiri lebih memilih jurusan tekstil, dan setelah 5 tahun berhasil mempertahankan disertasinya tentang batik.

Ia menyelesaikan studi pada umur 37 tahun lalu mencari uang dengan mengajar Bahasa Indonesia di Institut Ketimuran ISAA Moskow. Selama di Moskow ia mendapat “berkah” bertemu dengan seorang sastrawan berhaluan kiri jaman 1945, Utuy Tatang Sontani. Ketika berada di tanah air, Kuslan memang cukup terpikat oleh kehebatan karya utuy dan mementaskan beberapa diantaranya. Dus, pertemuan kali ini seolah mengasah lebih tajam ilmu kesusasteraannya sekaligus menjadi semacam obat dalam kesakitannya.

Tahun 1991 ketika terjadi gelombang Perestroika dan Glasnost, seorang warga Belanda bertandang ke Uni Soviet dan menawarkan jasa untuk pergi ke Belanda. Dengan undangan sebuah penerbit di negeri kincir angin maka Kuslan yang stateless alias tanpa paspor itu bisa meninggalkan Rusia.

Setelah beberapa hari tiba di bandara internasional Schipol, ia mengajukan suaka politik dan diterima. Setahun kemudian ia bahkan bisa menjadi pemegang izin menetap. Kali ini banyak kemujuran yang berpihak kepadanya. Melalui sebuah proses yang tidak terlalu berbelit, atas bantuan seorang advokat setempat ia mengajukan diri menjadi warga Belanda di pengadilan dan diterima. Sejak itulah ia menjadi warga Belanda sampai sekarang.

“Saya pernah pulang sekali pada zamannya Gus Dur. Sempat pergi ke Semarang, Malang dan Surabaya. Di Jakarta bertemu dengan teman-teman lama. Tidak ada kekhawatiran apapun. Yang justru berat bagi saya hanyalah faktor udara panas. Mungkin karena sudah cukup lama di negeri dingin, ketika berada di udara yang panas saya lekas sakit,” ujarnya.

Akibat dari perjalanan hidupnya yang sangat berliku itu, maka pria yang lahir tahun 1934 tersebut tidak sempat berkeluarga. Baik ketika di China dan Rusia dirasakan semua serba sulit karena banyaknya keterbatasan dan kekurangan dalam hidupnya. Ia menyadari di China terlalu banyak perceraian, sedangkan kalau mengambil gadis Moskow, kasihan karena nanti pasti akan ditinggalkan. Akhirnya membujang menjadi pilihan hidupnya.

Tapi bukan Kuslan kalau tidak dapat mencari jalan keluar. Untuk menciptakan hidup yang lebih sempurna ia telah mengambil anak angkat dari seorang asal Manado yang kawin dengan warga Belanda. Dari anak tersebut kini sang kakek sudah bisa menimang dua orang cucu yang sangat lucu. Ia merasa sangat bahagia dan bangga.

Please, jangan mengira bahwa Kuslan hidup mewah di Belanda. Ketika badannya masih tegap, ia hidup dari usahanya menjual lukisan yang serba mepet. Kekuranganya ditambahi oleh Pemerintah melalui bantuan sosial. Nah, sejak umur 65 tahun ia menerima pensiun sebanyak 300 euro plus sokongan Pemerintah setempat. Hidupnya di Rembrant Laant 77, 3443 EC Woerden, Holland boleh dibilang cukup, dalam arti pas pasan saja. Tidak lebih dan tidak kurang.

“Atas perjalanan hidup itu, saya hanya bisa menerima kenyataan. Hidup ini kan hanya menjalani takdir saja. Kalau prinsipnya seperti itu maka semua menjadi mudah. Mati juga tidak susah,” ujarnya.

“Meski sudah terbang bagai kapas, kalau soal cinta tanah air jangan tanyakan kepada saya. Perasaan itu tidak kalah dengan punya mereka yang tidak pernah terlempar dari tanah air. Saya pergi dari Indonesia bukan untuk cari makan. Otak saya masih tetap ada di Indonesia. Bahkan dengan Anda pun saya kira cinta saya masih lebih hebat,” tambahnya sambil tertawa.

Prinsip nrimo itu dijalanai karena sejak kecil ia memang melakoni jaman susah. Pada masa Revolusi tahun 1945, Kuslan sudah masuk dalam barisan berani mati melawan Belanda. Ia juga sempat menjadi penulis cerita anak-anak dan bahkan menjadi guru di kampung Pacitan. Jadi, kepahitan demi kepahitan hidup terus dialami. Dan karena jarang menikmati rasa manis maka ia sangat mudah untuk menikmati kehidupan. Barangkali itulah falsafah seorang seniman.

Kini, Kuslan Budiman dikenal sebagai sastrawan Indonesia dari Woerden. Dalam catatan, selain melakukan berbagai pementasan ketoprak dan aneka drama, ia juga pernah menerbitkan beberapa karyanya seperti Si Didi Anak Petani (Djakarta, Jajasan Kebudayaan Sadar, 1964), Di Negeri Orang: Puisi Penyair Indonesia Eksil (Jakarta, Lontar Foundation, Amanah , 2002) dan Bendera Itu Masih Berkibar (Jakarta, Suara Bebas 2005).

Iseng-iseng, untuk membuktikan dirinya masih piawai sebagai seorang seniman, di ujung telepon saya sempat menggoda sang kakek untuk membaca salah satu puisi ciptaannya. Tanpa pernah terbayang, rupanya tantangan saya disambut dengan gegap gempita. Rupanya ia ingin menceritakan kehidupan seorang karibnya, Suryono, yang punya nasib mirip dengannya. Sekaligus menegaskan tentang sikap hidupnya. Sambil menarik napas panjang, Kuslan meminta saya untuk menyimak baik-baik.“Dengarkan ya dik.

“Dalam Ketenangan”

Memori buat Mas Suryono (alm)
Prambanan, 28 Pebruari 1928
Amsterdam, 26 September 2000

Ibarat tumbuhnya bunga Kuncup, mekar, berguguran…
Itulah dialektika
Mawar indah selalu berduri Itulah kenyataan
Yang perlu dipahami Setiap lembar daun
Ditandai dua sisinya
Demikian pula manusia
Meski hidup tiada lama

Kau saksikan lima zaman
Terakhir runtuhnya sebuah tirani… 
Ada kawan ada lawan
Tak perlu dirisaukan
Karena itu pasangannya
Sahabat tak perlu dipuji
Musuhpun tidak perlu dibenci
Yang lebih penting dimengerti…

Seperti yang pernah kita bincangkan
Revolusi telah makan anak-anaknya sendiri
Si tiran mematikan kemerdekaan
Darah menggenang di cakrawala…

Demi cita-cita dan keyakinan
Tiga puluh lima tahun terpaksa berkeliaran
Dan tutup usia di perantauan 

Mas Sur,
Bila laut terus bergelombang
Kali ini kau sudah dalam ketenangan…

 Padepokan Kincir Angin 30 September 2000. [***]

 Riwayat hidup penulis Kuslan Budiman ini dikutip dari : rmol.co
TERJUAL
Judul buku : Gak Hoei
Penerbit : Mataram Semarang
Tebal : 44 halaman
Harga : Rp 20.000,-

DIPESAN

Khong Tjoe

Judul buku : Khong Tjoe
Penerbit : Toko Buku Mataram - Semarang
Tebal : 44 halaman
Harga : 20.000,-
DIPESAN

Liang Hong Giok


Judul buku : Liang Hong Giok
Penerbit : Toko Buku Mataram Semarang
Tebal : 44 halaman
Harga : Rp 20.000,-
TERJUAL

Selasa, 12 Maret 2013

Tong Han Yan Gie Jilid 22 ( Tong See Han Bagian Ke Dua ) Serial Siauw Swat

Tong Han Yan Gie Jilid 22
( Tong See Han Bagian Ke Dua ) 
Serial Siauw Swat
Halaman : Mulai 1681 - 1760
sampul  lengkap
Kondisi : baik 
Penerbit : Uitgeversmij "Semangat" Djombang
 Tanggal : 5 Juli 1938
Tong see Han adalah permulaan kisah Sam Kok
Harga Rp 20.000,-

Senin, 11 Maret 2013

Kwan Kong Kwe Ngo Koan


Judul buku : Kwan Kong Kwe Ngo Koan
Ditjeritakan kembali dengan bebas oleh : Monsieur Kekasih
Penerbit : Badan Penerbitan "Sunrise" Djakarta
Tebal : 59 halaman
Harga : Rp 45.000,-
TERJUAL